MENJAGA LISAN

Jumat, 01 April 2011
MENJAGA LISAN
Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali kita gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Allah Swt telah memerintahkan kita semua untuk berkata yang benar, seperti tertulis dalam firmanNya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)
Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari No. 6091 dan Muslim No. 6988 dari Abu Hurairah )
Rasulullah bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)

Berikut ini beberapa manfaat menjaga lisan kita menurut hadits shahih :
1.   Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)
2.   Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab: “(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)
3.   Mendapat jaminan dari Rasulullah Saw untuk masuk ke surga. Rasulullah Saw bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d: “Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
4.  Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk surga.”
5.   Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya kepadanya. Rasulullah bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
6.   Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda. “Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta” (HR. Muslim hadits no. 1715.)
7.   Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin (3/11), dari shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan Allah.”
Karena itu, marilah kita berpikir terlebih dahulu, atas segala sesuatu yang mau kita katakan. Jika sekiranya apa yang akan kita katakan tidak akan membawa mudharat, maka silahkan kita berbicara. Akan tetapi, jika kita perkirakan perkataan kita itu akan membawa mudharat atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka sebaiknya kita tidak usah berbicara.
Setelah kita mengetahui keutamaan menjaga lisan dan bahayanya jika kita tidak bisa menjaganya, mari mulai sekarang kita jaga lisan kita dengan sebaik-baiknya, karrena segala esuatu yangkita ucapkan, kelak akan diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah Swt.


2. MALU BAGIAN DARI IMAN
Kalau kita jalan-jalan ke mall atau pusat pertokoan, maka kita akan melihat suatu pemandangan yang sudah tidak asing lagi dimata kita, dimana, sebagian wanita, baik itu dari kalangan remaja, dewasa dan bahkan ada dari golongan karyawati kantor, yang berpakaian ketat membentuk tubuh atau mengenakan pakaian yang tipis dan mini.  Padahal Rasulullah SAW telah bersabda : Dua golongan termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihat mereka; satu kaum (penguasa) yang membawa cambuk (besar) seperti ekor sapi, dengannya mereka memukuli manusia (maksudnya, penguasa yang zolim), dan kaum wanita yang berpakaian tetapi telanjang, menggoda dan menyimpang, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan mendapati aromanya, padahal aromanya bisa didapat dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim).
Padahal Allah SWT berfirman: ”….Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59)
Para wanita pengumbar aurat ibarat orang yang tidak punya malu. Perempuan seperti itu, ada kita temui dari kalangan artis, walau tidak semua artis seperti itu. Ada beberapa artis yang tidak malu memamerkan keelokan tubuhnya. Contohnya, ada penyanyi dangdut berpakaian sangat ketat yang beraksi di panggung dengan menggoyang-goyangkan seluruh tubuhnya, terutama bagian yang sangat sensistif.  Ketika ada reaksi kritikan dari Ulama dan ummat Islam, aksi maksiat menggoncang syahwat itu justru lebih digencarkan lagi oleh orang-orang yang menjadikan maksiat sebagai alat melawan Islam. Inikah orang-orang yang disebut oleh Nabi SAW, sebagai orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr (minuman keras), dan musik-musik?  Rasulullah SAW, telah menyatakan: Pasti akan ada di antara ummatku kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik-musik”. (HR. Bukhari).
Nabi SAW, telah mengingatkan secara tegas, hadist yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid ra: Rasulullah SAW, bersabda, maksud Hadist: “Tidak ada fitnah yang paling membahayakan kaum lelaki setelah sepeninggalku kecuali fitnah dari kaum wanita” . (HR. Bukhari dan Muslim).
Perhatikan hadits Rasulullah SAW berikut ini:: “Akan ada di akhir ummatku orang-orang yang naik di atas pelana seperti layaknya orang-orang besar, mereka singgah di depan pintu-pintu masjid, WANITA-WANITA MEREKA BERPAKAIAN NAMUN TELANJANG, di atas kepala mereka ada semacam punuk unta, LAKNATLAH MEREKA KARENA SESUNGGUHNYA MEREKA ITU TERLAKNAT” (HR. Ahmad).
Berikut beberapa hadits tentang malu :
  1. Rasulullah SAW. menjadikan sifat malu sebagai bagian dari cabang iman. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Iman memiliki 70 atau 60 cabang. Paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Dan sifat malu adalah cabang dari keimanan.” (HR. Muslim dalam Kitab Iman, hadits nomor 51)
  2. Rasa malu adalah cabang dari iman. Sebagaimana Rasulullah SAW menyatakan: “Iman terdiri dari enam puluh cabang lebih dan rasa malu sebagian cabang dari iman (HR. Bukhori)
  3. Rasa malu sebagai hiasan semua perbuatan. Dalam hadits yang diriwayatkan Anas r.a. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidaklah ada suatu kekejian pada sesuatu perbuatan kecuali akan menjadikannya tercela dan tidaklah ada suatu rasa malu pada sesuatu perbuatan kecuali akan menghiasinya. (Musnad Ahmad)
  4. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda pada Al Asyaj al ‘Asry ; “Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Allah yaitu kesabaran dan rasa malu. (Musnad ahmad)
  5. Diriwayatkan dari abdillah Ibni Mas’ud r.a. ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda pada suatu hari : “Milikilah rasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.! Kami (para sahabat) berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya kami alhamdulillah telah memiliki rasa malu. Rasulullah  SAW bersabda: ”Bukan sekedar itu akan tetapi barangsiapa yang malu dari Allah dengan sesungguhnya, hendaknya menjaga kepalanya dan apa yang ada di dalamnya, hendaknya ia menjaga perutnya dan apa yang didalamnya, hendaknya ia mengingat mati dan hari kehancuran. Dan barangsiapa menginginkan akhirat ia akan meninggalkan hiasan dunia. Barangisapa yang mengerjakan itu semua berarti ia telah merasa malu kepada allah dengan sesungguhnya.(Musnad Ahmad).
  6. Tentang kesejajaran sifat malu dan iman dipertegas lagi oleh Rasulullah SAW “Malu dan iman keduanya sejajar bersama. Ketika salah satu dari keduanya diangkat, maka yang lain pun terangkat.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar. Menurut Hakim, hadits ini shahih dengan dua syarat-syarat Bukhari dan Muslim.)
  7. Karena itu, sifat malu membawa kebaikan bagi pemiliknya. “Al-hayaa-u laa ya’tii illa bi khairin, sifat malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan,” begitu kata Rasulullah SAW. (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5652)
  8. Dengan kata lain, seseorang yang kehilangan sifat malunya yang tersisa dalam dirinya hanyalah keburukan. Buruk dalam ucapan, buruk dalam perangai. Tidak bisa kita bayangkan jika dari mulut seorang muslimah meluncur kata-kata kotor lagi kasar. Bertingkah dengan penampilan seronok dan bermuka tebal. Tentu bagi dia surga jauh. Kata Nabi, “Malu adalah bagian dari iman, dan keimanan itu berada di surga. Ucapan jorok berasal dari akhlak yang buruk dan akhlak yang buruk tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi dalam Ktab Birr wash Shilah, hadits nomor 1932)
Wanita yang beriman adalah wanita yang memiliki sifat malu. Sifat malu tampak pada cara dia berbusana. Ia menggunakan busana takwa, yaitu busana yang menutupi auratnya. Para ulama sepakat bahwa aurat seorang wanita di hadapan pria adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan.
Ibnu Katsir berkata, “Pada zaman jahiliyah dahulu, sebagian kaum wanitanya berjalan di tengah kaum lelaki dengan belahan dada tanpa penutup. Dan mungkin saja mereka juga memperlihatkan leher, rambut, dan telinga mereka. Maka Allah memerintahkan wanita muslimah agar menutupi bagian-bagian tersebut.”
Menundukkan pandangan juga bagian dari rasa malu. Sebab, mata memiliki sejuta bahasa. Kerlingan, tatapan sendu, dan isyarat lainnya yang membuat berjuta rasa di dada seorang lelaki. Setiap wanita memiliki pandangan mata yang setajam anak panah dan setiap lelaki paham akan pesan yang dimaksud oleh pandangan itu. Karena itu, Allah SWT. memerintahkan kepada lelaki dan wanita untuk menundukkan sebagaian pandangan mereka.
Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur [24] : 31)
Karena itu bagi para wanita, pakailah pakaian yang yang sesuai syariat, tidak memakai wewangian secara berlebihan, batasi diri dalam berbicara dan menatap, serta jaga kewibawaan dalam beraktivitas. Ingatlah, tiada yang dapat meninggikan harga wanita melebihi sikap Iffah (menjaga kehormatan diri).
Islam tidak mengekang wanita. Seorang wanita bisa terlibat dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berpolitik, dan berbagai aktivitas lainnya. Islam hanya memberi frame dengan adab dan etika. Sifat malu adalah salah satu frame yang harus dijaga oleh setiap wanita muslimah yang meyakini bahwa Allah SWT mengetahui pikiran isi hati yang tersimpan dalam dadanya.
Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk menghiasi diri dengan sifat malu. Dari mana sebenarnya energi sifat malu bisa kita miliki? Sumber sifat malu adalah dari pengetahuan kita tentang keagungan Allah. Sifat malu akan muncul dalam diri kita jika kita benar-benar menyadari bahwa Allah itu Maha Mengetahui, Maha Melihat. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Penglihatan Allah. Segala lintasan hati dan pikiran, niat yang terbersit dalam hati kita, semua diketahui oleh Allah SWT.
Jadi, sumber sifat malu adalah muraqabah. Muraqabah adalah menerapkan kesadaran bahwa Allah selalu melihat dan  mengawasi  kita dalam segala keadaan. Bahwa Allah selalu mengetahui apa yang kita rasakan, ucapkan dan kita perbuat . Sifat itu hadir setika kita merasa di bawah pantauan Allah SWT. Dengan kata lain, ketika kita dalam kondisi ihsan, sifat malu ada dalam diri kita. Apa itu ihsan? “Engkau menyembah Allah seakan melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” begitu jawaban Rasulullah SAW. atas pertanyaan Jibril tentang ihsan.
Jadi, bila masih ada dari kita atau adik dan atau anak kita, yang dalam berpakain mengikuti trend busana yang lagi banyak digandrungi para remaja dengan pakaian minim, ketat, maka sebaiknya kita menegurnya dan mengarahkannya pada cara berpakian yang benar menurut ajaran agama Islam. Tentunya kita tidak ingin, anak, adik, saudara kita atau orang yang kita sayangi menjadi ahli neraka dan orang yang dilaknat, yang disebutkan dalam hadits di atas. Apalagi Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya di surah An Nuur ayat 31 (lihat diatas). klik untuk lebih lanjud dan Dawnlod

0 komentar:

Posting Komentar